Mantra



Mantra dan Prinsip Keselarasan.
Mantra adalah Teknologi Kuno. Perlu kami tegaskan lagi bahwa mantra bukanlah do’a, akan tetapi merupakan sejenis senjata atau alat berujud kata-kata atau kalimat sebagai teknologi spiritual tingkat tinggi hasil karya leluhur nusantara di masa silam. Mantra dibuat melalui tahapan spiritual yang tidak mudah, bentuknya laku prihatin, perilaku utama dan maneges kepada Tuhan, yang ditempuh dengan cara tidak ringan. Hasilnya beragam, secara garis besar ada dua jenis mantra (baca; senjata) yakni:

1. Khusus menurut fungsinya, hanya dapat digunakan untuk keperluan tertentu misalnya menaklukkan musuh di medan perang. Atau diperuntukkan sebagai alat medis sebagai mantra untuk penyembuhan.

2. Mantra khusus menurut sifatnya, dibagi dua: pertama, mantra yang hanya dapat bekerja jika digunakan untuk hal-hal sifatnya baik saja. Mantra jenis ini tidak dapat disalahgunakan untuk hal-hal buruk oleh si pemakai. Mantra jenis ini paling sering digunakan di lingkungan kraton sebagai salah satu tradisi turun temurun. Kedua, mantra yang bersifat umum, bebas digunakan untuk acara dan keperluan apa saja tergantung kemauan si pemakai. Ibarat pisau dapat digunakan sebagai alat bedah operasi, alat memasak, atau disalahgunakan untuk mencelakai orang. Namun mantra jenis ini setiap penyalahgunaannya pasti memiliki konsekuensi yang berat berupa karma atau hukuman Tuhan yang dirasakan langsung maupun kelak setelah ajal.

Mantra tidaklah sama maknanya dengan do’a. Bila do’a merupakan permohonan kepada Tuhan YME, sedangkan mantra itu umpama menarik picu senapan yang bernama daya hidup. Daya hidup manusia pemberian Tuhan Yang Mahakuasa. Pemberian sesaji, laku sesirih (mencegah) dan laku semedi memiliki makna tatacara memberdayakan daya hidup agar dapat menjalankan kehidupan yang benar, baik dan tepat. Yakni menjalankan hidup dengan mengikuti kaidah memayu hayuning bawana. Daya kehidupan manusia menjadi faktor adanya aura magis (gelombang elektromagnetik) yang melingkupi badan manusia. Aura magis memiliki sifatnya masing-masing karena perbedaan esensi dari unsur-unsur yang membangun menjadi jasad manusia. Unsur-unsur tersebut berasal dari bumi, langit, cahya dan teja yang keadaannya selalu dinamis sepanjang masa. Untuk menjabarkan hubungan antara sifat-sifat dan esensi dari unsur-unsur jasad tersebut lahirlah ilmu Jawa yang bertujuan untuk menandai perbedaan aura magis berdasarkan weton dan wuku.

Aura magis dalam diri manusia dengan aura alam semesta terdapat kaitan erat. Yakni gelombang energi yang saling mempengaruhi secara kosmis-magis. Dinamika energi yang saling mempengaruhi mempunyai dua kemungkinan yakni pertama, bersifat saling berkaitan secara kohesif dan menyatu (sinergi) dalam wadah keharmonisan, kedua; energi yang saling tolak-menolak (adesif). Laku sesirih (meredam segala nafsu) dan semedi (olah batin) merupakan sebuah upaya harmonisasi dengan cara mensinergikan aura magis mikrokosmos dalam kehidupan manusia (inner world) dengan aurora alam semesta makrokosmos. Agar tercipta suatu hubungan transenden yang harmonis dalam dimensi vertikal (pancer) antara manusia dengan Tuhan dan hubungan horisontal yakni manusia sebagai jagad kecil dengan jagad besar alam semesta.

Posting Komentar